BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kurikulum Pendidikan Islam
Istilah
kurikulum ysng berasal dari bahasa latin "currculum" semula
berarti a running course, or race course, especialy a chariot race course
dan terdapat pula dalam bahasa Prancis "courier" artinya to
run yaitu berlari. Kemudian istilah itu digunakan untuk sejumlah courses
atau mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau ijazah.[1] Sedangkan dalam bahasa Arab, istilah
kurikulum sering disebut al-manhaj. Dalam hubungan ini, Mohammad
al-Toumy al-Syaibani mengemukakan sebagai berikut.
Adapun tentang
pengertian kurikulum dalam pendidikan, maka bila kita kembali kepada
kamus-kamus bahasa Arab, maka kita dapati kata-kata "manhaj"
(kurikulum) yang bermakna jalan yang terang, atau jalan terang yang dilalui
manusia dalam berbagai kehidupan. Sekian banyak pengertian kosa kata tentang
kurikulum, dari segi bahasa ini dapat diartikan bahwa kurikulum adalah rencana
atau bahasan pengajaran sehingga arah kegiatan pendidikan menjadi jelas dan terang.
Pengertian ini terkait dengan hal yang paling menonjol dari isi kurikulum,
yaitu susunan bahan atau mata pelajaran yang akan digunakan sebagai acuan dalam
kegiatan pendidikan.[2] Kurikulum dari segi bahasa ini, digunakan
bukan hanya untuk kegiatan pendidikan, melainkan untuk kegiatan lainnya. Dengan
kata lain, bahwa setiap kegiatan dalam kehidupan ada kurikulumnya.
Pengerian
kurikulum dalam Undang-Undang No. 20/2003 tentang Sisdiknas, pasai 1 Ayat 19,
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pengertian kurukum ini
dapat dijabarkan menjadi seperangkat rencana, pengaturan mengenai tujuan, isi,
dan bahan pelajaran, pengaturan yang digunakan, serta pedoman kegiatan
pembelajaran.[3]
Selanjutnya
dijumpai juga pengertian kurikulum yang dikemukakan para ahli pendidikan, yang
secara umum dapat dibedakan ke dalam pengertian sempit dan yang lebih luas.
Salah satu pengertian kurikulum arti sempit, yaitu sebagaimana pengertian yang
dinyatakan oleh Crow and Crow adalah rancangan pengejaran yang isinya
sejumlah mata pelajaran yang disusun secara sistematis, sebagai syarat untuk
menyelesaikan suatu program pendidikan tertentu. Pendapat ini diperkuat oleh
Muhammad Ali Khalil yang menyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat
perencanaan dan media untuk mengantar lembaga pendidikan dalam mewujudkan
tujuan pendidikan yang diinginkan.[4]
Adapun
pengertian kurikulum secara modern atau luas adalah sebagaimana yang dinyatakan
oleh Ahmad Tafsir bahwasanya kurikulum tidak hanya sekedar berisi rencana
pelajaran atau bidang studi, melainkan semua yang secara nyata terjadi dalam
proses pendidikan di sekolah. Pengertian ini bertolak dari sesuatu yang aktual,
nyata dan terjadi disekolah dalam proses belajar. Berbagai kegiatan siswa, baik
yang dilakukan dalam maupun luar sekolah dapat memberikan pengalaman belajar
atau dapat dianggap sebagai pengalam belajar. Dalam pandangan modern semua
pengalaman belajar tersebut dapat dinamakan kurikulum.[5]
Pengertian
kurikulum baik secara tradisional maupun secara modern dijumpai dei dalam
ajaran Islam, baik pada dataran normatif, maupun historis filosofis. Secara
normatif, di dalam al-Qur‘an terdapat ayat-ayat yang menyuruh manusia agar
mempelajari segala sesuatu baik yang bersifat tertulis, baik benda-benda yang
ada di bumi, maupun benda-benda yang ada di langit, baik kehidupan manusia masa
sekarang, masa silam dan masa yang akan datang. Demikian pula di dalam
haditsnya Rasulullah menyuruh pengikutnya agar mempelajari ilmu yang berkaitan
dengan keduniaan maupun keakhiratan. Adanya hal-hal yang sudah diajarkan Tuhan
kepada manusia, dalam hubungannya dengan kurikulum sebagaimana tersebut di
atas, dapat dipahami dari ayat-ayat al-Quran di bawah ini:
Artinya: Dan
Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang
benar!" (QS. al-Baqarah: 31)
Artinya: Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya, (QS. al-Alaq: 5)
Artinya: Dan
Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah
kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya
ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka
Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". (QS. Luqman: 12)
Selanjutnya di
dalam hadits Rasulullah, dijumpai keterangan sebagai berikut:
"Ajarilah
anakmu sekalian tentang tiga perkara, yaitu mencintai Nabi-Nya, mencintai
keluarganya, dan membaca al-Qur‘an, karena sesungguhnya orang-orang yang
membaca (hafal) al-Qur‘an akan berada di bawah perlindungan Allah SWT pada hari
yang tidak ada perlindungan lain kecuali perlindungan-Nya bersama para Nabi dan
orang-orang yang dicintai-Nya," (HR. al-Dailami dari Ali).[6]
Selain dengan
merujuk ayat-ayat al-Qur;an dan hadits Nabi yang bersifat normatif sebagaimana
telah dituliskan di atas, penyusunan dan pembinaan kurikulum dalam pendidikan
Islam, juga dapat merujuk pada pendapat para ulamaIslam tentang ilmu pengetahuan
dan hukum mempelajarinya. Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan bahwa
pengertian kurikulum dari waktu ke waktu senantiasa mengalami perkembangan,
yaitu dari pengertiannya yang lebih luas, canggih dan modern.
Dilihat dari
rumusannya pendidikan Islam bisa dikatakan tergolong sederhana atau
tradisional, karena yang dibicarakan hanya masalah ilmu pengetahuan atau ajaran
yang akan diberikan. Namun dilihat dari segi ilmu yang akan diajarkannya serta
tempat berlangsungnya pengajaran tersebut, dapat dikatakan amat luas, mendalam
dan modern, karena bukan hanya mencakup ilmu agama saja, melainkan juga ilmu
yang terkait dengan perkembangan intelektual, keterampilan, emosional, sosial
dan lain sebagainya. AL-Qur‘an, as-Sunah, dan para ulama Islam dengan sangat
jelas dan teliti telah membahas dan mengembangkan berbagai teori tentang ilmu
pengetahuan, tujuan, manfaat, serta kaitannya dengan kegiatan pengajaran.[7]
B.
Ciri-ciri
Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum pendidikan Islam
memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri-cirinya sebagai berikut:
1.
Menonjolkan tujuan agama dan akhlak pada
berbagai tujuan, kandungan, metode, alat, dan tekniknya.
2.
Memiliki keseimbangan antara kandungan
kurikulum dari segi ilmu dan seni, kemestian, pengalaman, dan kegiatan
pengajaran yang beragam.
3.
Memiliki perhatian yang luas dan kandungan yang
menyeluruh. Maksudnya ialah aspek pribadi siswa tepat pada sasaran terutama
aspek pribadi siswa yaitu jasmani, akal, dan rohani.
4.
Berkecenderungan pada seni halus, aktivitas
pendidikan jasmani, latihan militer, pengetahuan teknik, latihan kejuruan, dan
bahasa asing untuk perorangan maupun bagi mereka yang memiliki kesediaan,
bakat, dan keinginan.
5.
Keterkaitan kurikulum dengan kesediaan, minat,
kemampuan, kebutuhan, dan perbedaan perorangan di antara mereka.
Sebagaimana
yang dikutip oleh Nurhayati dari Tafsir, menurut Al-Syaibani kurikulum
pendidikan Islam seharusnya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1)
Kurikulum
pendidikan Islam harus menonjolkan mata pelajaran agama dan akhlak.
2)
Kurikulum
pendidikan Islam harus memperhatikan pengembangan menyeluruh aspek pribadi
siswa yaitu aspek jasmani, akal dan rohani.
3)
Kurikulum
pendidikan Islam memperharikan keseimbangan antara pribadi dan masyarakat,
dunia dan akhirat, jasmani dan akal dan rohani manusia.
4)
Kurikulum
pendidikan Islam memperhatikan juga seni halus, yaitu ukir, pahat, tulis indah,
gambar dan sebagainya.
5)
Kurikulum
pendidikan Islam mempertimbangkan perbedaan-perbedaan kebudayaan yang sering
terdapat ditengah manusia kerena perbedaan tempat dan perbedaan zaman,
kurikulum dicancang sesuai dengan kebudayaan itu.[8]
Ciri-ciri
ini menggambarkan adanya berbagai tuntutan yang harus ada dalam kurikulum
pendidikan Islam. Tuntutan ini terus berkembang sesuai dengan tantangan zaman
yang sedang dihadapi. Tuntutan zaman Islam sekarang lebih kompleks. Oleh
sebaiknya itu perlu adanya ciri-ciri permanen dan cirri-ciri responsif terhadap
tuntutan zaman di dalam kurikulum pendidikan Islam. Di samping ciri-ciri
kurikulum pendidikan Islam, juga terdapat prinsip-prinsip umum yang menjadi
dasar kurikulum pendidikan Islam, yaitu sebagai berikut.
1.
Pertautan yang
sempurna dengan agama, termasuk ajaran-ajaran dan nilai-nilainya.
2.
Prinsip
menyeluruh (universal) pada tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum.
3.
Keseimbangan yang
relatif antara tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum.
4.
Ada pertautan
antara bakat, minat, kemampuan, dan kebutuhan pelajar.
5.
Pemeliharaan
perbedaan individual di antara pelajar dalam bakat, minat, kemampuan,
kebutuhan, dan masalahnya serta memelihara perbedaan di antara alam sekitar dan
masyarakat.
6.
Prinsip
perkembangan dan perubahan.
7.
Prinsip
pertautan antarmata pelajaran, pengalaman, dan aktivitas yang terkandung dalam
kurikulum.[9]
Di
antara ketujuh prinsip tersebut terdapat prinsip pengembangan dan perubahan.
Prinsip ini menunjukkan adanya dinamika dari kondisi yang serba kekuarangan
menuj kondisi yang lebih sempurna atau perubahan yang positif-konstruktif.
Mengingat perkembangan sains dan teknologi telah tejadi perubahan-perubahan
yang cepat sekali. Pada akhinya perubahan itu mempengaruhi konsep pendidikan
tanpa mengenal batas akhir, sebab banyak persoalan yang harus dihadapi oleh
pendidikan. Dalam Al-Qur’an disebut watawasau bi al-haqq watawasau bi
al-shbar ( saling menasehati dalam kebenaran dan saling menasehat dengan
kesabaran, sementara PBB mensosialisasikan long life education (
pendidikan sepanjanga masa) pada tahu 1970-an.
Berbicara
konteks Pengembangan kurikulum dapat dilaksanakan pada berbagai tingkat, mulai
dari tingkat kelas sampai tingkat nasional. Urutan tingkat tersebut dapat
dipaparkan sebagai berikut.
1.
Pengembangan kurikulum pada tingkat guru kelas.
2.
Pengembangan kurikulum pada tingkat kelompok
guru dalam suatu sekolah.
3.
Pengembangan kurikulum pada tingkat pusat guru.
4.
Pengembangan kurikulum pada tingkat nasional.
Hal
ini menunjukkan bahwa guru merupakan ujung tombak pendidikan. Karena itu, para
guru dituntut mampu mengembangkan kurikulum pembelajaran di kelas yang
didasarkan pada teori-teori pengembangan kurikulum dan pengalaman mengajar di
kelas sebagai figur pelaksana kurikulum. Dalam hal ini penulis menguraikan
pendapat terkait peran guru sebagai pekerja professional dalam artian
guru dengan kompetensinya sebagai seorang pendidik dan memiliki naluriah
mendidik, bertindak sebagai generator pembangkit semangat siswa baik sebagai
motivator, fasilitator, innovator dn sebagainya mampu memberikan internalisasi
berupa pembelajaran yang benar-benar sampai pada proses mendidik.[10]
C.
Makna Model
Pengembangan Kurikulum
Menurut
Good dan Traaver, model adalah abstraksi dunia nyata atau representasi pristiwa
kompleks atau sistem dalam bentuk naratif, matematis, grafis, serta
lambang-lambang lainnya. Model bukanlah realitas, akan tetapi merupakan
representasi realitas yang dikembangkan dari keadaan. Dengan demikian, model
pada dasarnya berkaitan dengan rancangan yang dapat digunakan untuk
menerjemahkan sesuatu ke dalam realitas, yang sifatnya lebih praktis.
Model berfungsi sebagai sarana untuk mempermudah berkomunikasi, atau sebagai
petunjuk yang bersifat prespektif untuk mengambil keputusan atau sebagai
petunjuk untuk kegiatan pengelolaan.[11]
Pengembangan
kurikulum tidak dapat terlepas dari berbagai aspek yang memengaruhinya, seperti
cara berfikir, sistem nilai (nilai moral, keagamaan, politik, budaya, dan
sosial), proses pengembangan, kebutuhan peserta didik, kebutuhan masyarakat
maupun arah program pendidikan. Aspek-aspek tersebut akan menjadi bahan yang
perlu dipertimbangkan dalam suatu pengembangan kurikulum. Model pengembangan
kurikulum merupakan suatu alternatif prosedur dalam rangka mendasain (designing),
menerpakan (implementation), dan mengevaluasi (evaluation) suatu
kurikulum.[12]
Dalam
pengembangan kurikulum, hendaknya sebisa mungkin didasarkan pada
faktor-faktor yang konstan sehingga ulasan mengenai hal yang dibahas dapat
dilakukan secara konsisten. Faktor-faktor konstan yang dimaksud adalah dalam
pengembangan kurikulum perlu didasarkan pada tujuan, bahan pelajaran,
proses belajar mengajar, dan evaluasi yang menggambarkan dalam
pengembangan tersebut.[13]
Faktor-faktor
konstan tersebut, yang terdiri dari beberapa komponen tersebut, harus saling
bertalian erat. Misalnya evaluasi harus sesuai dengan tujuan yang akan dicapai,
begitujuga dengan bahan ajar dan proses belajar mengajar.[14]
Sehingga, agar dapat mengembangkan kurikulum secara baik, pengembang
kurikulum semestinya memahami berbagai jenis model pengembangan kurikulum. Yang
dimaksud dengan model pengembangan kurikulum yaitu langkah atau prosedur
sistematis dalam proses penyususnan suatu kurikulum. Dengan memahami esensi
model pengembangan kurikulum dan sejumlah alternatif model pengembangan
kurikulum, para pengembang kurikulum diharapkan akan bisa bekerja secara lebih
sistematis, sistemik dan optimal. Sehingga haarpan ideal terwujudnya suatu
kurikulum yang akomodatif dengan berbagai kepentingan, teori dan praktik,
bisa diwujudkan.[15]
D.
Model Pengembangan Kurikulun Pendidikan Islam
Di
dalam teori kurikulum setidak-tidaknya terdapat 4 pendekatan dalam pengembangan
kurikulum di antaranya, yaitu: pendekatan subyek akademik; pendekatan
humanistik; pendekatan teknologi; dan pendekatan rekonstruksi sosial.[16]
1.
Model
Pengembangan Kurikulum melalui Pendekatan Subjek Akademis.
Pendekatan ini
adalah pendekatan yang tertua, sejak sekolah yang pertama berdiri kurikulumnya
mirip dengan tipe ini. Pendekatan subyek akademik dalam menyususn kurikulum
atau program pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu
masing-masing. Setiap ilmu pengetahuan memiliki sistematisasi tertentu yang
berbeda dengan sistematisasi ilmu lainnya. Pengembangan kurikulum subyek
akademik dilakukan dengan cara menetapkan lebih dulu mata pelajaran/mata kuliah
apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk (persiapan)
pengembangan disiplin ilmu. Tujuan kurikulum subyek akademis adalah pemberian
pengetahuan yang solid serta melatih para siswa menggunakan ide-ide dan proses
penelititan.
2.
Model
Pengembangan Kurikulum Melalui Pendekatan Humanistik.
Pendekatan
Humanistik dalam pengembangan kurikulum bertolah dari ide memanusiakan manusia.
Penciptaan konteks yang memberi peluang manusia untuk menjadi lebih human,
untuk mempertinggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar
evaluasi dan dasar pengmbangan program pendidikan. Menurut Taba, bahwa segatlah
penting mendiagnosis berbagai kebutuhan pendidik. Hal ini merupakan langkah
penting pertama dari Taba tentang apa yang anak didik inginkan dan perlukan
untuk belajar. Karena latar belakang peserta didik yang beragam, maka
diperlukannya diagnosis tentang gaps, berbagai kekurangan, (deficiencies),
dan perbedaan latar belakang peserta didik (variations in these background).[17]
Kurikulum pada pendekatan ini mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
a.
Partisipasi,
kurikulum ini menekankan partisipasi murid dalam belajar. Kegiatan belajar
adalah belajar bersama, melalui berbagai bentuk aktivitas kelompok. Melalui
vartisivasi kegiatan bersama, murid-murid dapat mengadakan perundingan,
persetujuan, pertukaran kemampuan, bertanggung jawab bersama, dan lain-lain. Ini
menunjukkan cirri yang non-otoriter.
b.
Intergrasi,
melalui partisipasi dalam berbagai kegiatan kelompok terjadi interaksi,
interpenetrasi, dan integrasidari pemikiran, dan juga tindakan.
c.
Relevansi, isi
pendidikan relevan dengan kebutuhan, minat dan kebutuhan muridkarena diambil
dari dunia murid oleh murid sendiri.
d.
Pribadi anak,
pendidikan ini memberikan tempat utama pada pribadian anak.
e.
Tujuan,
pendidikan ini bertujuan pengembangan pribadi yang utuh, yang serasi baik di
dalam dirinya maupun dengan lingkungan secara menyeluruh.
3.
Model
Pengembangan Kurikulum Melalui Pendekatan Teknologi
Pendekatan
teknologis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan bertolak dari
analisis kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu.
Dalam konteks kurilukulum model teknologi, teknologi pendidikan mempunyai dua
aspek, yakni hardware berupa alat benda keras seperti proyektor, TV,
LCD, radio dan sebagainya. Adapun software berupa teknik penyusunan
kurikulum, baik secara makro atau mikro.
Teknologi yang
diharapkan adakalanya berupa PPSI atau prosedur pengembangan
sistemintruksional, pelajaran berprogram dan modul. Pada segala kebijakan yang
bersifat teknis-praktis, Islam memberikan otonomi bagi penyelenggara pendidikan
seluas-luanya, termasuk mengadopsi alat yang lain. Bentuk dan model yang dapat
digunakan, selama memiliki nilai maslahah, maka bentuk dan model itu dapat
digunakan.[18]
4.
Model
Pengembangan Kurikulum Melalui pendekatan Rekonstruksi Sosial
Pendekatan
Rekonstruksi Sosial dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan keahlian
bertolak dari problem yang dihadapi dalam masyarakat, untuk selanjutnya dengan
memerankan ilmu-ilmu dan teknologi, serta bekerja secara kooperatif, akan
dicarikan upaya pemecahannya menuju pembentukkan masyarakat yang lebih baik.
Kurikulum rekonstruksi sosial disamping menekankan isi pembelajaran atau
pendidikan juga sekaligus menekankan proses pendidikan dan pengalaman belajar.
Pendekatan
rekonstruksi sosial berasumsi bahawa manusia adalah sebagai makhluk sosial yang
dalam kehidupannya selalu membutuhkan manusia lain, selain hidup bersama,
berinteraksi dan bekerja sama. Isi pendidikan terdiri atas problem-problem
aktual yang dihadapi dalam kehidupan nyata di masyarakat. Proses pendidikan
atau pengalaman belajar peserta didik berbentuk kegiatan-kegiatan belajar
kelompok yang mengutamakan kerja sama, baik antar peserta didik, peserta didik
dengan guru/dosen dengan sumber-sumber belajar yang lain. Karena itu, dalam
menyusun kurikulum atau program pendidikan PAI bertolak dari problem yang
dihadapi dalam masyarakat sebagai isi PAI, sedang proses atau pengalaman
belajar peserta didik adalah dengan cara memerankan ilmu-ilmu dan teknologi,
serta bekerja secara kooparatif dan kolaboratif, berupaya mencari pemecahan terhadap
problem tersebut menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.
5.
Model
Pengembangan Kurikulum Melalui Proses Kognitif
Kurikulum ini
bertujuan mengembangkan kemampuan mental, antara lain berfikir dan berkeyakinan
bahwa kemampuan tersebut dapat ditransfer atau diterapkan pada bidang-bidang
lain. Model ini berpijak pada psikologis kognitif, yang konsepnya berpijak pada
kekuatan pikiran.[19]
A.
Langkah-Langkah
Pengembangan Kurikulum
Proses
pengembangan kurikulum menurut Hamid Hasan sebagaimana yang dikutip Haryati,
haruslah memiliki tiga dimensi kurikulum yaitu kurikulum sebagai ide, kurikulum
sebagai dokumen dan kurikulum sebagai proses. Ketiga dimensi kurikulum ini
saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Kurikulum sebagai proses
dilaksanakan dengan berbagai kebijakan-kebijakan kurikulum.[20]
Keseluruhan proses atau langkah-langkah dalam pengembangan kurikulum dapat digambarkan
dalam bagan berikut ini:
Bagan tersebut menggambarkan bahwa kegiatan pengembangan
kurikulum itu harus dimulai dari perencanaan. Dalam menyusun perencanaan
tersebut didahului oleh ide-ide yang akan dituangkan dan dikembangkan dalam
program. Ide-ide tersebut berkenaan dengan penentuan filosof kurikulum, model
kurikulum yang digunakan, pendekatan dan teori belajar yang digunakan dan
evaluasi pembelajaran yang dipilih.[21]
Ide-ide tersebut dapat berasal dari:
1)
Visi yang dicanangkan.
2)
Kebutuhan siswa, masyarakat, pengguna lulusan (stakeholders)
dan kebutuhan untuk studi lanjut.
3)
Hasil evaluasi kurikulum sebelumnya dan tuntutan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan zaman.
4)
Pandangan-pandangan para ahli/pakar berbagai bidang.
5)
Kecenderungan era globalisasi yang menuntut seseorang
harus memiliki etos belajar sepanjang hayat, melek social, politik,
ekonomi, budaya dan teknologi.[22]
Kelima hal diatas kemudian diramu sedemikian rupa untuk
dikembangkan dalam program atau kurikulum sebagai dokumen kemudian dikembangkan
dan disosialisasikan dalam proses implementasi, dari proses implementasi akan
dievaluasi sehingga diketahui tingkat efektifitas dan efisiensinya. Dari
evaluasi akan diperoleh umpan balik yang dapat digunakan dalam penyempurnaan
kurikulum berikutnya.
Rumusan dalam langkah-langkah pengembangan kurikulum
tentu saja terdapat perbedaan, sebagaimana yang ditulis dalam buku Ilmu dan
Aplikasi Pendidikan secara umum pengembangan kurikulum memiliki langkah-langkah
sebagai berikut: (a) Identifikasi kebutuhan, (b) Analisis dan pengukuran
kebutuhan, (c) Penyusunan desain kurikulum, (d) Validasi kurikulum (ujicoba dan
penyempurnaan), (e) Implementasi kurikulum, dan (f) Evaluasi kurikulum.[23]
Langkah-langkah pengembangan kurikulum tersebut sangat
diperlukan untuk menciptakan kurikulum
yang efektif dan efisien dalam rangka mewujutkan tujuan suatu lembaga
pendidikan serta memenuhi kebutuhan siswa dan stakeholders serta
memenuhi tuntutan zaman yang semakin kompleks. Demikian juga yang harus
dilakukan oleh lembaga pendidikan Islam, pengembangan kurikulum harus sesuai
dengan tujuan pendidikan Islam itu sendiri serta tidak lupa kurikulum
pendidikan Islam harus mampu menjawab tuntutan dan tantangan zaman di era
globalisasi yang semakin canggih namun memberikan dampak negatif pada moral
manusia.
Daftar Pustaka
Abdul
Mujid dan Jusuf Mudzakkir.. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana
Prenada Media. 2006
Abdullah Idi, Pengembangan
Kurikulum teori dan Praktik, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2013
Abudin
Nata, Ilmu Pendidikan Islam, Kencana Media Group: Jakarta. 2010
Hadits
Web, Kimpulan dan Himpunan Belajar Hadits di http:/ /opi.110mb.com/
Hamdani
Ihsan dan A. Fuad Ihsan. 2007. Filsafat Pendidikan Islam, (CV Pustaka
Setia: Bandung), hal 131
Muhaimin, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi. Malang:
Rajawali Press. 2005
Mujamil
Qomar, Manajemen Pendidikan Islam: Strategi Baru Pengelolaan Lembaga
Pendidikan Islam, Jakarta:
Erlangga.
2007
Nasution,
Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 1993
Nik Haryati, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI), Bandung: Alfabeta. 2011
Rahmat
Raharjo, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum Membangun Generasi Cerdas dan
Berkarakter untuk Kemajuan Bangsa, Baituna Publishing: Yogyakarta. 2012
Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan
FIP-UPI, Ilmu & Aplikasi Pendidikan Bagian 2: Ilmu Pendidikan Praktis,
Bandung : PT. Imperial Bhakti Utama.
2007
Toto
Ruhimat dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Rajawali
Press. 2013
Wina
Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik pengembangan
kurikulum tingkat satuan pendidikan, Jakarta: Kencana. 2011
Zainal
Arifin, Pengembangan
Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam. Jogjakarta: Diva Press. Tahun tidak diketahui.
[1] Hamdani
Ihsan dan A. Fuad Ihsan. 2007. Filsafat Pendidikan Islam, (CV Pustaka
Setia: Bandung), hal 131
[3] Rahmat Raharjo. 2012. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum
Membangun Generasi Cerdas dan Berkarakter untuk Kemajuan Bangsa, (Baituna
Publishing: Yogyakarta), hal 18.
[6] Hadits Web, Kimpulan dan Himpunan Belajar Hadits di http:/
/opi.110mb.com/
[8] Nik
Haryati, Pengembangan Kurikulum…, hal.5
[9]
Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam : Strategi Baru Pengelolaan
Lembaga Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga, 2007),
hal.149-151.
[10]
Zainal Arifin. Pengembangan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam.
hal. 48
[11] Wina
Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik pengembangan
kurikulum tingkat satuan pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm, 82
[12]
Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Kurikulum
dan Pembelajaran, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), hlm. 78
[13] Abdullah Idi, Pengembangan
Kurikulum teori dan Praktik, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 177
[15] Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Kurikulum
dan Pembelajaran,.. hlm. 78-79
[16] Muhaimin. 2005. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama
Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi. (Malang: Rajawali Press)
hal 149
[17] Zainal Arifin, Pengembangan Manajemen Mutu
Kurikulum Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Diva Press), hlm. 64
[18] Abdul Mujid
dan Jusuf Mudzakkir. 2006. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana
Prenada Media) hal. 147-148.
[19] Abdul Mujid dan Jusuf Mudzakkir. 2006. Ilmu Pendidikan
Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media) hal. 147-148
[22] Ibid.
[23] Tim
Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu & Aplikasi Pendidikan Bagian
2: Ilmu Pendidikan Praktis, (Bandung : PT. Imperial Bhakti Utama, 2007),
hal.110.