Senin, 25 Mei 2015

Model Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Kurikulum Pendidikan Islam
Istilah kurikulum ysng berasal dari bahasa latin "currculum" semula berarti a running course, or race course, especialy a chariot race course dan terdapat pula dalam bahasa Prancis "courier" artinya to run yaitu berlari. Kemudian istilah itu digunakan untuk sejumlah courses atau mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau ijazah.[1] Sedangkan dalam bahasa Arab, istilah kurikulum sering disebut al-manhaj. Dalam hubungan ini, Mohammad al-Toumy al-Syaibani mengemukakan sebagai berikut.
Adapun tentang pengertian kurikulum dalam pendidikan, maka bila kita kembali kepada kamus-kamus bahasa Arab, maka kita dapati kata-kata "manhaj" (kurikulum) yang bermakna jalan yang terang, atau jalan terang yang dilalui manusia dalam berbagai kehidupan. Sekian banyak pengertian kosa kata tentang kurikulum, dari segi bahasa ini dapat diartikan bahwa kurikulum adalah rencana atau bahasan pengajaran sehingga arah kegiatan pendidikan menjadi jelas dan terang. Pengertian ini terkait dengan hal yang paling menonjol dari isi kurikulum, yaitu susunan bahan atau mata pelajaran yang akan digunakan sebagai acuan dalam kegiatan pendidikan.[2] Kurikulum dari segi bahasa ini, digunakan bukan hanya untuk kegiatan pendidikan, melainkan untuk kegiatan lainnya. Dengan kata lain, bahwa setiap kegiatan dalam kehidupan ada kurikulumnya.
Pengerian kurikulum dalam Undang-Undang No. 20/2003 tentang Sisdiknas, pasai 1 Ayat 19, adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pengertian kurukum ini dapat dijabarkan menjadi seperangkat rencana, pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, pengaturan yang digunakan, serta pedoman kegiatan pembelajaran.[3]
Selanjutnya dijumpai juga pengertian kurikulum yang dikemukakan para ahli pendidikan, yang secara umum dapat dibedakan ke dalam pengertian sempit dan yang lebih luas. Salah satu pengertian kurikulum arti sempit, yaitu sebagaimana pengertian yang dinyatakan oleh Crow and Crow adalah rancangan pengejaran yang isinya sejumlah mata pelajaran yang disusun secara sistematis, sebagai syarat untuk menyelesaikan suatu program pendidikan tertentu. Pendapat ini diperkuat oleh Muhammad Ali Khalil yang menyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat perencanaan dan media untuk mengantar  lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan.[4]
Adapun pengertian kurikulum secara modern atau luas adalah sebagaimana yang dinyatakan oleh Ahmad Tafsir bahwasanya kurikulum tidak hanya sekedar berisi rencana pelajaran atau bidang studi, melainkan semua yang secara nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah. Pengertian ini bertolak dari sesuatu yang aktual, nyata dan terjadi disekolah dalam proses belajar. Berbagai kegiatan siswa, baik yang dilakukan dalam maupun luar sekolah dapat memberikan pengalaman belajar atau dapat dianggap sebagai pengalam belajar. Dalam pandangan modern semua pengalaman belajar tersebut dapat dinamakan kurikulum.[5]
Pengertian kurikulum baik secara tradisional maupun secara modern dijumpai dei dalam ajaran Islam, baik pada dataran normatif, maupun historis filosofis. Secara normatif, di dalam al-Qur‘an terdapat ayat-ayat yang menyuruh manusia agar mempelajari segala sesuatu baik yang bersifat tertulis, baik benda-benda yang ada di bumi, maupun benda-benda yang ada di langit, baik kehidupan manusia masa sekarang, masa silam dan masa yang akan datang. Demikian pula di dalam haditsnya Rasulullah menyuruh pengikutnya agar mempelajari ilmu yang berkaitan dengan keduniaan maupun keakhiratan. Adanya hal-hal yang sudah diajarkan Tuhan kepada manusia, dalam hubungannya dengan kurikulum sebagaimana tersebut di atas, dapat dipahami dari ayat-ayat al-Quran di bawah ini:

 
Artinya: Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" (QS. al-Baqarah: 31)
Artinya: Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya, (QS. al-Alaq: 5)
  
Artinya: Dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". (QS. Luqman: 12) 

Selanjutnya di dalam hadits Rasulullah, dijumpai keterangan sebagai berikut:
"Ajarilah anakmu sekalian tentang tiga perkara, yaitu mencintai Nabi-Nya, mencintai keluarganya, dan membaca al-Qur‘an, karena sesungguhnya orang-orang yang membaca (hafal) al-Qur‘an akan berada di bawah perlindungan Allah SWT pada hari yang tidak ada perlindungan lain kecuali perlindungan-Nya bersama para Nabi dan orang-orang yang dicintai-Nya," (HR. al-Dailami dari Ali).[6]
Selain dengan merujuk ayat-ayat al-Qur;an dan hadits Nabi yang bersifat normatif sebagaimana telah dituliskan di atas, penyusunan dan pembinaan kurikulum dalam pendidikan Islam, juga dapat merujuk pada pendapat para ulamaIslam tentang ilmu pengetahuan dan hukum mempelajarinya. Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan bahwa pengertian kurikulum dari waktu ke waktu senantiasa mengalami perkembangan, yaitu dari pengertiannya yang lebih luas, canggih dan modern.
Dilihat dari rumusannya pendidikan Islam bisa dikatakan tergolong sederhana atau tradisional, karena yang dibicarakan hanya masalah ilmu pengetahuan atau ajaran yang akan diberikan. Namun dilihat dari segi ilmu yang akan diajarkannya serta tempat berlangsungnya pengajaran tersebut, dapat dikatakan amat luas, mendalam dan modern, karena bukan hanya mencakup ilmu agama saja, melainkan juga ilmu yang terkait dengan perkembangan intelektual, keterampilan, emosional, sosial dan lain sebagainya. AL-Qur‘an, as-Sunah, dan para ulama Islam dengan sangat jelas dan teliti telah membahas dan mengembangkan berbagai teori tentang ilmu pengetahuan, tujuan, manfaat, serta kaitannya dengan kegiatan pengajaran.[7]
B.   Ciri-ciri Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum pendidikan Islam memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri-cirinya sebagai berikut:
1.    Menonjolkan tujuan agama dan akhlak pada berbagai tujuan, kandungan, metode, alat, dan tekniknya.
2.    Memiliki keseimbangan antara kandungan kurikulum dari segi ilmu dan seni, kemestian, pengalaman, dan kegiatan pengajaran yang beragam.
3.    Memiliki perhatian yang luas dan kandungan yang menyeluruh. Maksudnya ialah aspek pribadi siswa tepat pada sasaran terutama aspek pribadi siswa yaitu jasmani, akal, dan rohani.
4.    Berkecenderungan pada seni halus, aktivitas pendidikan jasmani, latihan militer, pengetahuan teknik, latihan kejuruan, dan bahasa asing untuk perorangan maupun bagi mereka yang memiliki kesediaan, bakat, dan keinginan.
5.    Keterkaitan kurikulum dengan kesediaan, minat, kemampuan, kebutuhan, dan perbedaan perorangan di antara mereka.
Sebagaimana yang dikutip oleh Nurhayati dari Tafsir, menurut Al-Syaibani kurikulum pendidikan Islam seharusnya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1)   Kurikulum pendidikan Islam harus menonjolkan mata pelajaran agama dan akhlak.
2)   Kurikulum pendidikan Islam harus memperhatikan pengembangan menyeluruh aspek pribadi siswa yaitu aspek jasmani, akal dan rohani.
3)   Kurikulum pendidikan Islam memperharikan keseimbangan antara pribadi dan masyarakat, dunia dan akhirat, jasmani dan akal dan rohani manusia.
4)   Kurikulum pendidikan Islam memperhatikan juga seni halus, yaitu ukir, pahat, tulis indah, gambar dan sebagainya.
5)   Kurikulum pendidikan Islam mempertimbangkan perbedaan-perbedaan kebudayaan yang sering terdapat ditengah manusia kerena perbedaan tempat dan perbedaan zaman, kurikulum dicancang sesuai dengan kebudayaan itu.[8]
Ciri-ciri ini menggambarkan adanya berbagai tuntutan yang harus ada dalam kurikulum pendidikan Islam. Tuntutan ini terus berkembang sesuai dengan tantangan zaman yang sedang dihadapi. Tuntutan zaman Islam sekarang lebih kompleks. Oleh sebaiknya itu perlu adanya ciri-ciri permanen dan cirri-ciri responsif terhadap tuntutan zaman di dalam kurikulum pendidikan Islam. Di samping ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam, juga terdapat prinsip-prinsip umum yang menjadi dasar kurikulum pendidikan Islam, yaitu sebagai berikut.
1.      Pertautan yang sempurna dengan agama, termasuk ajaran-ajaran dan nilai-nilainya.
2.      Prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum.
3.      Keseimbangan yang relatif antara tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum.
4.      Ada pertautan antara bakat, minat, kemampuan, dan kebutuhan pelajar.
5.      Pemeliharaan perbedaan individual di antara pelajar dalam bakat, minat, kemampuan, kebutuhan, dan masalahnya serta memelihara perbedaan di antara alam sekitar dan masyarakat.
6.      Prinsip perkembangan dan perubahan.
7.      Prinsip pertautan antarmata pelajaran, pengalaman, dan aktivitas yang terkandung dalam kurikulum.[9]
Di antara ketujuh prinsip tersebut terdapat prinsip pengembangan dan perubahan. Prinsip ini menunjukkan adanya dinamika dari kondisi yang serba kekuarangan menuj kondisi yang lebih sempurna atau perubahan yang positif-konstruktif. Mengingat perkembangan sains dan teknologi telah tejadi perubahan-perubahan yang cepat sekali. Pada akhinya perubahan itu mempengaruhi konsep pendidikan tanpa mengenal batas akhir, sebab banyak persoalan yang harus dihadapi oleh pendidikan. Dalam Al-Qur’an disebut watawasau bi al-haqq watawasau bi al-shbar ( saling menasehati dalam kebenaran dan saling menasehat dengan kesabaran, sementara PBB mensosialisasikan long life education ( pendidikan sepanjanga masa) pada tahu 1970-an.
Berbicara konteks Pengembangan kurikulum dapat dilaksanakan pada berbagai tingkat, mulai dari tingkat kelas sampai tingkat nasional. Urutan tingkat tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut.
1.    Pengembangan kurikulum pada tingkat guru kelas.
2.    Pengembangan kurikulum pada tingkat kelompok guru dalam suatu sekolah.
3.    Pengembangan kurikulum pada tingkat pusat guru.
4.    Pengembangan kurikulum pada tingkat nasional.
Hal ini menunjukkan bahwa guru merupakan ujung tombak pendidikan. Karena itu, para guru dituntut mampu mengembangkan kurikulum pembelajaran di kelas yang didasarkan pada teori-teori pengembangan kurikulum dan pengalaman mengajar di kelas sebagai figur pelaksana kurikulum. Dalam hal ini penulis menguraikan pendapat terkait peran guru sebagai pekerja professional dalam artian guru dengan kompetensinya sebagai seorang pendidik dan memiliki naluriah mendidik, bertindak sebagai generator pembangkit semangat siswa baik sebagai motivator, fasilitator, innovator dn sebagainya mampu memberikan internalisasi berupa pembelajaran yang benar-benar sampai pada proses mendidik.[10]
C.  Makna Model Pengembangan Kurikulum
Menurut Good dan Traaver, model adalah abstraksi dunia nyata atau representasi pristiwa kompleks atau sistem dalam bentuk naratif, matematis, grafis, serta lambang-lambang lainnya. Model bukanlah realitas, akan tetapi merupakan representasi realitas yang dikembangkan dari keadaan. Dengan demikian, model pada dasarnya berkaitan dengan rancangan yang dapat digunakan untuk menerjemahkan sesuatu ke dalam realitas, yang sifatnya lebih  praktis. Model berfungsi sebagai sarana untuk mempermudah berkomunikasi, atau sebagai petunjuk yang bersifat prespektif untuk mengambil keputusan atau sebagai  petunjuk untuk kegiatan pengelolaan.[11]
Pengembangan kurikulum tidak dapat terlepas dari berbagai aspek yang memengaruhinya, seperti cara berfikir, sistem nilai (nilai moral, keagamaan,  politik, budaya, dan sosial), proses pengembangan, kebutuhan peserta didik, kebutuhan masyarakat maupun arah program pendidikan. Aspek-aspek tersebut akan menjadi bahan yang perlu dipertimbangkan dalam suatu pengembangan kurikulum. Model pengembangan kurikulum merupakan suatu alternatif prosedur dalam rangka mendasain (designing), menerpakan (implementation), dan mengevaluasi (evaluation) suatu kurikulum.[12]
 Dalam pengembangan kurikulum, hendaknya sebisa mungkin didasarkan  pada faktor-faktor yang konstan sehingga ulasan mengenai hal yang dibahas dapat dilakukan secara konsisten. Faktor-faktor konstan yang dimaksud adalah dalam  pengembangan kurikulum perlu didasarkan pada tujuan, bahan pelajaran, proses  belajar mengajar, dan evaluasi yang menggambarkan dalam pengembangan tersebut.[13]
 Faktor-faktor konstan tersebut, yang terdiri dari beberapa komponen tersebut, harus saling bertalian erat. Misalnya evaluasi harus sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, begitujuga dengan bahan ajar dan proses belajar mengajar.[14] Sehingga, agar dapat mengembangkan kurikulum secara baik,  pengembang kurikulum semestinya memahami berbagai jenis model pengembangan kurikulum. Yang dimaksud dengan model pengembangan kurikulum yaitu langkah atau prosedur sistematis dalam proses penyususnan suatu kurikulum. Dengan memahami esensi model pengembangan kurikulum dan sejumlah alternatif model pengembangan kurikulum, para pengembang kurikulum diharapkan akan bisa bekerja secara lebih sistematis, sistemik dan optimal. Sehingga haarpan ideal terwujudnya suatu kurikulum yang akomodatif dengan  berbagai kepentingan, teori dan praktik, bisa diwujudkan.[15]

D.  Model Pengembangan Kurikulun Pendidikan Islam
Di dalam teori kurikulum setidak-tidaknya terdapat 4 pendekatan dalam pengembangan kurikulum di antaranya, yaitu: pendekatan subyek akademik; pendekatan humanistik; pendekatan teknologi; dan pendekatan rekonstruksi sosial.[16]
1.    Model Pengembangan Kurikulum melalui Pendekatan Subjek Akademis.
Pendekatan ini adalah pendekatan yang tertua, sejak sekolah yang pertama berdiri kurikulumnya mirip dengan tipe ini. Pendekatan subyek akademik dalam menyususn kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing. Setiap ilmu pengetahuan memiliki sistematisasi tertentu yang berbeda dengan sistematisasi ilmu lainnya. Pengembangan kurikulum subyek akademik dilakukan dengan cara menetapkan lebih dulu mata pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk (persiapan) pengembangan disiplin ilmu. Tujuan kurikulum subyek akademis adalah pemberian pengetahuan yang solid serta melatih para siswa menggunakan ide-ide dan proses penelititan.
2.    Model Pengembangan Kurikulum Melalui Pendekatan Humanistik.
Pendekatan Humanistik dalam pengembangan kurikulum bertolah dari ide memanusiakan manusia. Penciptaan konteks yang memberi peluang manusia untuk menjadi lebih human, untuk mempertinggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar pengmbangan program pendidikan. Menurut Taba, bahwa segatlah penting mendiagnosis berbagai kebutuhan pendidik. Hal ini merupakan langkah penting pertama dari Taba tentang apa yang anak didik inginkan dan perlukan untuk belajar. Karena latar belakang peserta didik yang beragam, maka diperlukannya diagnosis tentang gaps, berbagai kekurangan, (deficiencies), dan perbedaan latar belakang peserta didik (variations in these background).[17] Kurikulum pada pendekatan ini mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
a.     Partisipasi, kurikulum ini menekankan partisipasi murid dalam belajar. Kegiatan belajar adalah belajar bersama, melalui berbagai bentuk aktivitas kelompok. Melalui vartisivasi kegiatan bersama, murid-murid dapat mengadakan perundingan, persetujuan, pertukaran kemampuan, bertanggung jawab bersama, dan lain-lain. Ini menunjukkan cirri yang non-otoriter.
b.    Intergrasi, melalui partisipasi dalam berbagai kegiatan kelompok terjadi interaksi, interpenetrasi, dan integrasidari pemikiran, dan juga tindakan.
c.     Relevansi, isi pendidikan relevan dengan kebutuhan, minat dan kebutuhan muridkarena diambil dari dunia murid oleh murid sendiri.
d.    Pribadi anak, pendidikan ini memberikan tempat utama pada pribadian anak.
e.     Tujuan, pendidikan ini bertujuan pengembangan pribadi yang utuh, yang serasi baik di dalam dirinya maupun dengan lingkungan secara menyeluruh.
3.      Model Pengembangan Kurikulum Melalui Pendekatan Teknologi
Pendekatan teknologis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan bertolak dari analisis kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu. Dalam konteks kurilukulum model teknologi, teknologi pendidikan mempunyai dua aspek, yakni hardware berupa alat benda keras seperti proyektor, TV, LCD, radio dan sebagainya. Adapun software berupa teknik penyusunan kurikulum, baik secara makro atau mikro.
Teknologi yang diharapkan adakalanya berupa PPSI atau prosedur pengembangan sistemintruksional, pelajaran berprogram dan modul. Pada segala kebijakan yang bersifat teknis-praktis, Islam memberikan otonomi bagi penyelenggara pendidikan seluas-luanya, termasuk mengadopsi alat yang lain. Bentuk dan model yang dapat digunakan, selama memiliki nilai maslahah, maka bentuk dan model itu dapat digunakan.[18]
4.    Model Pengembangan Kurikulum Melalui pendekatan Rekonstruksi Sosial
Pendekatan Rekonstruksi Sosial dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan keahlian bertolak dari problem yang dihadapi dalam masyarakat, untuk selanjutnya dengan memerankan ilmu-ilmu dan teknologi, serta bekerja secara kooperatif, akan dicarikan upaya pemecahannya menuju pembentukkan masyarakat yang lebih baik. Kurikulum rekonstruksi sosial disamping menekankan isi pembelajaran atau pendidikan juga sekaligus menekankan proses pendidikan dan pengalaman belajar.
Pendekatan rekonstruksi sosial berasumsi bahawa manusia adalah sebagai makhluk sosial yang dalam kehidupannya selalu membutuhkan manusia lain, selain hidup bersama, berinteraksi dan bekerja sama. Isi pendidikan terdiri atas problem-problem aktual yang dihadapi dalam kehidupan nyata di masyarakat. Proses pendidikan atau pengalaman belajar peserta didik berbentuk kegiatan-kegiatan belajar kelompok yang mengutamakan kerja sama, baik antar peserta didik, peserta didik dengan guru/dosen dengan sumber-sumber belajar yang lain. Karena itu, dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan PAI bertolak dari problem yang dihadapi dalam masyarakat sebagai isi PAI, sedang proses atau pengalaman belajar peserta didik adalah dengan cara memerankan ilmu-ilmu dan teknologi, serta bekerja secara kooparatif dan kolaboratif, berupaya mencari pemecahan terhadap problem tersebut menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.
5.    Model Pengembangan Kurikulum Melalui Proses Kognitif
Kurikulum ini bertujuan mengembangkan kemampuan mental, antara lain berfikir dan berkeyakinan bahwa kemampuan tersebut dapat ditransfer atau diterapkan pada bidang-bidang lain. Model ini berpijak pada psikologis kognitif, yang konsepnya berpijak pada kekuatan pikiran.[19]
A.  Langkah-Langkah Pengembangan Kurikulum
Proses pengembangan kurikulum menurut Hamid Hasan sebagaimana yang dikutip Haryati, haruslah memiliki tiga dimensi kurikulum yaitu kurikulum sebagai ide, kurikulum sebagai dokumen dan kurikulum sebagai proses. Ketiga dimensi kurikulum ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Kurikulum sebagai proses dilaksanakan dengan berbagai kebijakan-kebijakan kurikulum.[20] Keseluruhan proses atau langkah-langkah dalam pengembangan kurikulum dapat digambarkan dalam bagan berikut ini:


Bagan tersebut menggambarkan bahwa kegiatan pengembangan kurikulum itu harus dimulai dari perencanaan. Dalam menyusun perencanaan tersebut didahului oleh ide-ide yang akan dituangkan dan dikembangkan dalam program. Ide-ide tersebut berkenaan dengan penentuan filosof kurikulum, model kurikulum yang digunakan, pendekatan dan teori belajar yang digunakan dan evaluasi pembelajaran  yang dipilih.[21] Ide-ide tersebut dapat berasal dari:
1)      Visi yang dicanangkan.
2)      Kebutuhan siswa, masyarakat, pengguna lulusan (stakeholders) dan kebutuhan untuk studi lanjut.
3)      Hasil evaluasi kurikulum sebelumnya dan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan zaman.
4)      Pandangan-pandangan para ahli/pakar berbagai bidang.
5)      Kecenderungan era globalisasi yang menuntut seseorang harus memiliki etos belajar sepanjang hayat, melek social, politik, ekonomi, budaya dan teknologi.[22]
Kelima hal diatas kemudian diramu sedemikian rupa untuk dikembangkan dalam program atau kurikulum sebagai dokumen kemudian dikembangkan dan disosialisasikan dalam proses implementasi, dari proses implementasi akan dievaluasi sehingga diketahui tingkat efektifitas dan efisiensinya. Dari evaluasi akan diperoleh umpan balik yang dapat digunakan dalam penyempurnaan kurikulum berikutnya.
Rumusan dalam langkah-langkah pengembangan kurikulum tentu saja terdapat perbedaan, sebagaimana yang ditulis dalam buku Ilmu dan Aplikasi Pendidikan secara umum pengembangan kurikulum memiliki langkah-langkah sebagai berikut: (a) Identifikasi kebutuhan, (b) Analisis dan pengukuran kebutuhan, (c) Penyusunan desain kurikulum, (d) Validasi kurikulum (ujicoba dan penyempurnaan), (e) Implementasi kurikulum, dan (f) Evaluasi kurikulum.[23]
Langkah-langkah pengembangan kurikulum tersebut sangat diperlukan untuk  menciptakan kurikulum yang efektif dan efisien dalam rangka mewujutkan tujuan suatu lembaga pendidikan serta memenuhi kebutuhan siswa dan stakeholders serta memenuhi tuntutan zaman yang semakin kompleks. Demikian juga yang harus dilakukan oleh lembaga pendidikan Islam, pengembangan kurikulum harus sesuai dengan tujuan pendidikan Islam itu sendiri serta tidak lupa kurikulum pendidikan Islam harus mampu menjawab tuntutan dan tantangan zaman di era globalisasi yang semakin canggih namun memberikan dampak negatif pada moral manusia.




Daftar Pustaka

Abdul Mujid dan Jusuf Mudzakkir.. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media. 2006
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum teori dan Praktik, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2013
Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, Kencana Media Group: Jakarta. 2010
Hadits Web, Kimpulan dan Himpunan Belajar Hadits di http:/ /opi.110mb.com/
Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsan. 2007. Filsafat Pendidikan Islam, (CV Pustaka Setia: Bandung), hal 131
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi. Malang: Rajawali Press. 2005
Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam: Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam, Jakarta: Erlangga. 2007
Nasution, Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 1993
Nik Haryati, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI), Bandung: Alfabeta. 2011
Rahmat Raharjo, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum Membangun Generasi Cerdas dan Berkarakter untuk Kemajuan Bangsa, Baituna Publishing: Yogyakarta. 2012
Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu & Aplikasi Pendidikan Bagian 2: Ilmu Pendidikan Praktis, Bandung : PT. Imperial Bhakti Utama. 2007
Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Rajawali Press. 2013
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan, Jakarta: Kencana. 2011
Zainal Arifin, Pengembangan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam. Jogjakarta: Diva Press. Tahun tidak diketahui.


[1] Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsan. 2007. Filsafat Pendidikan Islam, (CV Pustaka Setia: Bandung), hal 131
[2] Abudin Nata, 2010. Ilmu Pendidikan Islam, (Kencana Media Group: Jakarta), hal 121
[3] Rahmat Raharjo. 2012. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum Membangun Generasi Cerdas dan Berkarakter untuk Kemajuan Bangsa, (Baituna Publishing: Yogyakarta), hal 18.
[4] Abudin Nata.,..... hal.122.
[5] Ibid., hal. 124.
[6] Hadits Web, Kimpulan dan Himpunan Belajar Hadits di http:/ /opi.110mb.com/
[7] Abudin Nata, 2010. Ilmu Pendidikan Islam, (Kencana Media Group: Jakarta), hal 129
[8] Nik Haryati, Pengembangan Kurikulum…, hal.5
[9] Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam : Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga, 2007), hal.149-151.
[10] Zainal Arifin. Pengembangan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam. hal. 48
[11] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm, 82
[12] Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), hlm. 78
[13] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum teori dan Praktik, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 177
[14] Nasution, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993), hlm. 139
[15] Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajaran,.. hlm. 78-79
[16] Muhaimin. 2005. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi. (Malang: Rajawali Press) hal 149
[17] Zainal Arifin, Pengembangan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan  Islam, (Jogjakarta: Diva Press), hlm. 64
[18] Abdul Mujid dan Jusuf Mudzakkir. 2006. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media) hal. 147-148.
[19] Abdul Mujid dan Jusuf Mudzakkir. 2006. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media) hal. 147-148
[20] Nik Haryati, Pengembangan Kurikulum…, hal.17
[21] Ibid., hal. 18
[22] Ibid.
[23] Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu & Aplikasi Pendidikan Bagian 2: Ilmu Pendidikan Praktis, (Bandung : PT. Imperial Bhakti Utama, 2007), hal.110.

1 komentar:

  1. New York New York New York New York City - Stratz Casinos 우리카지노 우리카지노 starvegad starvegad 온카지노 온카지노 8981Luxor Slots 2021 ᐈ Casino Review | Konicasino

    BalasHapus